10/23/2022

Hambatan Utama Penggunaan TIK dalam Pembelajaran dan Strategi Mengatasinya

Bastudin, M.Pd.

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) begitu cepat dan kemajuannya yang begitu pesat tidak bisa dihindarkan. Perangkat teknologi seperti komputer, gadget seluler, dan internet sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dan menggunakan teknologi itu bukan lagi barang mewah bagi kita, tetapi suatu keharusan. Perkembangan TIK yang cepat berpengaruh besar terhadap semua bidang kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan. Menurut Abidin (2016), dengan adanya inovasi pada TIK, maka orang dengan cepat dapat belajar dan penyampaian informasi menjadi lebih mudah. Fungsi TIK itu lebih dari sekadar mentransfer materi pembelajaran ke lingkungan digital karena mereka diharapkan dapat menyediakan komunikasi, kerja sama, dan metakognisi.

Sehubungan dengan itu, maka penting sekali bagi guru menguasai dan memanfaatkan TIK dalam pembelajaran. Di samping itu, menguasai dan memanfaatkan TIK dalam pembelajaran adalah tuntutan kompetensi guru sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang Kualifikasi dan Kompetensi Guru, bahwa guru harus memiliki kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian, dan sosial. Pada kompetensi profesional dijelaskan bahwa sekurang-kurangnya seorang guru harus, di antaranya, menguasai dan memanfaatkan TIK dalam pembelajaran. Dikatakan dalam prinsip pembelajaran kurikulum 2013 bahwa pemanfaatan TIK untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran.

TIK merupakan salah satu kekuatan pendorong dalam menciptakan pendidikan yang berkualitas tinggi. TIK dapat meningkatkan mutu pengajaran, pembelajaran, dan manajemen di sekolah sehingga membantu meningkatkan standar (Livingstone, 2012). Saat ini, seiring dengan perkembangan dan kemajuannya, TIK mampu memberikan solusi dan layanan baru untuk kegiatan pendidikan. TIK dapat menawarkan alat baru untuk meningkatkan pengetahuan. Penggunaan TIK dalam pendidikan telah meningkatkan minat peserta didik. Meskipun alat TIK semakin populer, banyak guru masih memiliki tantangan untuk mengintegrasikan alat TIK dalam kegiatan pembelajaran (Nikolopoulou dan Gialamas, 2016).

Kendati TIK sekarang menjadi alat yang berguna di kelas, banyak guru masih berjuang untuk mengintegrasikan teknologi dalam praktik mengajar mereka. Pertanyaannya, apa tantangan utama pemanfaatan TIK dalam pembelajaran? Bagaimana upaya untuk mengatasi kendala dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di kelas?

Kendala Pemanfaatan TIK

Kendala utama dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran yang dihadapi guru di sekolah adalah sarana dan prasarana pendukung yang terbatas. Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah komputer, laptop, dan infokus. Kendala berikutnya yang cukup tinggi mempengaruhi guru memanfaatkan TIK dalam pembelajaran adalah ketersediaan jaringan internet dan sinyal. Selanjutnya kendala berikutnya adalah ketersediaan listrik. Pengetahuan teknis guru tentang teknologi informasi dan komunikasi yang terbatas menjadi kendala berikutnya dalam pemanfaatan TIK untuk pembelajaran di kelas. Kemudian, ketakutan dan pertimbangan dampak negatif dari penggunaan alat berupa handphone (HP) dan laptop di sekolah menjadi kendala guru memanfaatkan TIK dalam pembelajaran di kelas. Atas pertimbangan ketakutan penyalahgunaan alat TIK tersebut, sekolah mengeluarkan kebijakan melarang guru membawa HP ke sekolah. Kendala terkecil penghambat guru memanfaatkan TIK adalah terkait pengelolaan data.

Selain kekurangan tersebut, masih ada jenis kekurangan lainnya yang dikemukakan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti kurangnya waktu, kurangnya pelatihan TIK, kurangnya kesempatan mengembang diri dan lain sebagainya. Tantangan yang paling umum lainya dilaporkan oleh para guru, misalnya, kurangnya waktu mereka miliki. Mereka tidak punya cukup waktu untuk merencanakan pelajaran teknologi yang luar biasa atau menjelajahi berbagai aspek world wide web (www) atau perangkat lunak. Sebagian guru berkomentar bahwa dibutuhkan lebih banyak waktu untuk merancang proyek yang mencakup penggunaan teknologi baru daripada menyiapkan pelajaran untuk mengajar dengan cara tradisional dengan buku dan lembar kerja.

Nikolopoulou dan Gialamas (2016) mengelompokkan tantangan penggunaan TIK dalam proses pembelajaran dari tiga aspek, yaitu kurangnya dukungan (lack of support), kurangnya kepercayaan (lack of confidence), dan kurangnya perlengkapan (lack of equipment).

1.       Kurangya Dukungan

Para guru di sekolah menengah sering merasakan banyak tekanan dari para pemimpin sekolah untuk menggunakan TIK dalam pengajaran mereka (Wikan dan Molster, 2011). Untuk memiliki integrasi TIK yang sukses dalam pengajaran, maka kepala sekolah perlu memberikan dukungan yang tepat kepada para guru; pertama, mengintegrasikan penggunaan TIK perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum dan guru harus memiliki rencana yang jelas untuk menggunakan TIK dalam pengajaran. Kedua, kepemimpinan sekolah perlu memiliki visi dan misi yang jelas untuk mengintegrasikan teknologi dan memiliki rencana untuk mewujudkannya dan berinvestasi dalam TIK untuk pembelajaran di kelas. Ketiga, pemerintah perlu mengalokasikan investasi infrastruktur pendidikan yang mendorong penggunaan TIK.

Sementara itu, terkait kurangnya ketersediaan jaringan, listrik, dan sarana pendukung lainnya, yang meliputi ketersediaan komputer, laptop, dan infokus menjadi kendala kurangnya perlengkapan (lack of equipment). Sebenarnya masalah jaringan bisa dimasukkan dalam kategori kurangnya dukungan dari manajemen sekolah. Sekolah harusnya menyediakan anggaran untuk mengadakan fasilitas internet di sekolah. Bila dikaitkan dengan program gerakan literasi sekolah, indikator bahwa sekolah sudah menjalankan program literasi digital adalah tersedianya fasilitas internet di sekolah.

 2.       Kurangnya Kepercayaan

Guru menghadapi banyak tantangan ketika mencoba untuk mengintegrasikan TIK dalam pengajaran mereka dan beberapa di antaranya adalah pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, dan sikap mereka (Papanastasiou dan Angeli, 2008). Menurut Papanastasiou dan Angeli (2008), kepercayaan dan sikap adalah faktor penting bagaimana guru menggunakan TIK dalam kegiatan mengajar. Dengan demikian, sikap guru terhadap TIK merupakan faktor penting ketika menerapkan TIK dalam pengajaran. Bukti empiris untuk mengklaim bahwa kepercayaan guru tentang praktik mengajar adalah penting dalam menjelaskan mengapa guru mengadopsi teknologi digital untuk pengajaran. Ward dan Parr (2010) menunjukkan bahwa guru yang memahami manfaat menggunakan teknologi digital untuk mengajar dan belajar lebih mungkin menggunakan teknologi digital di sekolah. Menurut Basak dan Govender (2015), satu sikap yang dimiliki para guru, di semua tingkatan, adalah kurangnya kepercayaan untuk menggunakan TIK dalam pengajaran mereka. Banyak guru takut menggunakan TIK dalam pengajaran mereka dan menjadi cemas ketika harus menggunakan pengetahuan TIK mereka. Selain itu, banyak guru juga kurang pengetahuan tentang manfaat TIK dalam pendidikan (Mirzajani et al., 2016). Jika mereka tidak memiliki pemahaman yang baik tentang manfaat potensial menggunakan TIK dalam mengajar, mereka mungkin tidak memiliki motivasi untuk mengintegrasikan TIK dengan kegiatan pengajaran.

 3.       Kurangnya Perlengkapan

Ditemukan bahwa sebagian besar lembaga memiliki komputer. Tetapi komputer sangat sedikit dan sebagian besar waktu mereka sedang digunakan oleh siswa yang menawarkan ilmu komputer dan teknologi informasi (IT) meninggalkan sisa siswa dan guru dalam dilema. Berbagai penelitian menunjukkan beberapa penelitian alasan kurangnya akses ke teknologi. Dalam studi Sicilia, guru mengeluh tentang bagaimana sulitnya memiliki akses komputer. Guru mengidentifikasi kekurangan jumlah komputer, peripheral , jumlah salinan perangkat lunak, dan kurangnya akses internet simultan sebagai hambatan utama untuk implementasi TIK di Indonesia institusi pendidikan. Menurut Balanskatet al. (2006), aksesibilitas sumber daya TIK tidak menjamin keberhasilan implementasi dalam pengajaran, dan ini bukan hanya karena kurangnya sarana dan prasarana TIK tetapi juga karena masalah lain seperti kurangnya perangkat keras yang berkualitas tinggi, pendidikan yang sesuai perangkat lunak, dan akses ke sumber daya TIK.

Strategi Pemanfaatan TIK

Dari sekian banyak hambatan yang dihadapi oleh guru dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di kelas, tentu harus dicarikan solusinya. Salah satu alternatif solusi mengatasi hambatan pemanfaatan TIK adalah dengan penerapan model BYOD (Bring Your Own Devices). Mengapa BYOD? Pembaca mungkin tertarik untuk ingin mengetahui kenapa sebuah organisasi seperti sekolah perlu menerapkan kerangka kerja BYOD. BYOD memiliki banyak keuntungan, seperti mengurangi biaya sekolah dan meningkatkan produktivitas guru atau siswa, menghemat anggaran dalam pengadaan perangkat keras, perangkat lunak, lisensi, perjanjian jasa, dan tambahan asuransi, serta meningkatkan mobilitas, fleksibilitas, produktivitas dan kepuasan guru dan siswa dalam pembelajaran.

BYOD merupakan sebuah fenomena yang mulai berkembang dan dapat dimanfaatkan dalam dunia pendidikan, di mana guru atau siswa membawa perangkat elektronik mereka sendiri (seperti laptoptabletUSB flash drive dan perangkat lain yang sejenis) untuk kegiatan belajar mengajar berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Sebagaimana diketahui kemajuan teknologi sudah masuk keseluruh lapisan masyarakat. Bahkan kemajuan teknologi di rumah tangga jauh lebih cepat dibandingkan dengan kemajuan teknologi kebanyakan sekolah. Teknologi seluler telah merambah ke setiap aspek kehidupan manusia dan sangat memengaruhi cara penyampaian pendidikan. Ponsel cerdas dan perangkat tablet telah merevolusi seluruh sistem pendidikan dan mempromosikan metodologi yang jelas bagi siswa untuk mengakses dan memahami konten akademis mereka. Banyak lembaga akademis telah mengizinkan siswa untuk membawa perangkat seluler mereka untuk meningkatkan sistem pembelajaran.

Di Indonesia, masih banyak sekolah yang belum memiliki sarana pembelajaran berbasis TIK. Dengan keterbatasan perangkat teknologi yang dimiliki sekolah, maka guru dapat melaksanakan pembelajaran berbasis TIK dengan meminta peserta didik membawa laptop/smartphone ke sekolah. Alat-alat tersebut dapat dimanfaatkan untuk pelaksanaan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Melalui penggunaan internet, maka bahan referensi materi yang sedang dipelajari lebih banyak dan luas. Guru akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.

Singkatnya, memanafaatkan TIK dalam pembelajaran merupakan amanat Kurikulum 2013, di mana pembelajaran dilaksanakan berbasis aneka sumber belajar. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar. Di samping itu, berdasarkan prinsip pembelajaran Kurikulum 2013 pemanfaatan TIK dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh karena itu, penting sekali bagi guru menggunakan TIK dalam pembelajaran, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan penilaian hasil belajar. Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan informasi alternatif bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran berbasis TIK. (*)

 

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. (2016). Revitalisasi Penilaian Pembelajaran dalam Konteks Pendidikan Multiliterasi Abad ke-21. Bandung: Refika Aditama.

 

Balanskat,A.,Blamire,R.,&Kefala,S.(2006). A review of studies of ICT impacton schools in Europe:European Schoolnet.

 

Basak, S.K. and Govender, D.W. 2015, “Development of a conceptual framework regarding the factors inhibiting teachers’ successful adoption and implementation of ICT in teaching and learning”, The International Business & Economics Research Journal Online, Vol. 14 No. 3, pp. 431-438.


Livingstone, S. 2012, “Critical reflections on the benefits of ICT in education”, Oxford Review of Education, Vol. 38 No. 1, pp. 9-24.


Mirzajani, H., Mahmud, R., Fauzi Mohd Ayub, A. and Wong, S.L. (2016), “Teachers’ acceptance of ICT and its integration in the classroom,” Quality Assurance in Education, Vol. 24 No. 1, pp. 26-40.

 

Nikolopoulou, K. and Gialamas, V. 2016, “Barriers to ICT use in high schools: Greek teachers’ perceptions”, Journal of Computers in Education, Vol. 3 No. 1, pp. 59-75.

 

Papanastasiou, E.C. and Angeli, C. 2008, “Evaluating the use of ICT in education: psychometric properties of the survey of factors affecting teachers teaching with technology SFA-T3”, Educational Technology & Society, Vol. 11 No. 1, pp. 69-86.

 

Ward, L. and Parr, J.M. (2010), “Revisiting and reframing use: implications for the integration of ICT”, Computers & Education, Vol. 54 No. 1, pp. 113-122.

 

Wikan, G. and Molster, T. (2011), “Norwegian secondary school teachers and ICT,” European Journal of Teacher Education, Vol. 34 No. 2, pp. 209-218.

 

 

Catatan:
Tulisan ini diterbitkan pertama kali di website BPMP Provinsi Sumatera Selatan dan Website Suyanto.id.

 

9/04/2022

Ciri-ciri orang yang bertaqwa

CIRI ORANG YANG BERTAQWA



Setiap muslim wajib mencapai tingkatan orang yang bertakwa. Kata takwa (التَّقْوَى ) berasal dari kata وَقَى yang berarti “menjaga” yaitu menjaga sesuatu dari hal-hal yang dapat membahayakan dan menyakitinya. Sedangkan menurut lughat, takwa berarti قِلَّةُ الْكَلَامِ (qillatul kalaam), yaitu “sedikit bicara.” Hakikat dari takwa adalah bermakna menjadikan diri terpelihara dari sesuatu yang menakutkan, atau memelihara diri dari perbuatan dosa, dan hal ini dengan cara meninggalkan perkara-perkara yang terlarang. 

Dalam satu riwayat disebutkan, bahwa Umar bin Al Khaththab pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’ab mengenai taqwa. Namun Ubay balik bertanya, "Tidak pernahkah Anda melewati satu jalan yang penuh duri?" Umar menjawab “Ya, aku pernah.” Tanya Ubay lagi, “Apa yang anda lakukan?" 'Umar menjawab, "Saya waspada dan bersungguh-sungguh.” Lalu, kata Ubay bin Ka’ab: “Itulah takwa.”

Menurut Abdullah Yusuf Ali dalam tafsirnya tentang QS Al Hasyr ayat 18, bahwa takwa mengandung arti "menahan diri", menjaga diri kita dari segala dosa. Sementara ada yang memberi makna kata takwa “menerima ajaran yang dibawa Muhammad saw dengan penuh kepasrahan dan landasan iman.” Yaitu dengan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.

Selanjutnya Al quran memandu kita bagaimana menjadi orang yang bertakwa. Oleh karena itu, dalam beberapa ayat di di dalam Al Quran dibahas beberapa ciri orang yang bertakwa. Orang yang bertakwa memiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. QS. Al Baqarah ayat 3-4 dibahas ciri orang yang bertakwa, yaitu:

    1. Percaya pada yang ghaib

    2. Mendirikan sholat

    3. Menafkahkan sebagian rezeki

    4. Beriman kepada Al-Quran dan kitab-kitab sebelumnya

    5. Percaya adanya akhirat,


  1. QS Ali Imron ayat 134-135 dikatakan bahwa ciri orang yang bertakwa adalah:

  1. Menafkahkan hartanya (waktu lapang/sempit)

  2. Menahan amarah

  3. Memaafkan kesalahan orang

  4. Senantiasa berbuat kebaikan

  5. Suka minta ampun/bertaubat ketika berbuat dosa


Setelah mengetahui ciri orang yang bertakwa diatas, marilah kita melakukan refleksi diri. Bertanya dalam hati apakah ciri-ciri tersebut diatas sudah kita miliki? Jika belum, marilah kita berjuang memiliki karakteristik tersebut. Allah memberikan banyak kebaikan kepada orang yang bertakwa. Sebagai contoh, setiap mukmin yang bersedekah akan mendapatkan pahala kebaikan 700 kali lipat (10x70=700). Kemudian bagi yang membaca al quran, maka akan mendapat 10 kebaikan untuk setiap huruf al quran yang dibaca. Terkait membantu orang lain (miskin), Rasulullah pernah bersabda yang artinya: “Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Dan barangsiapa yang memudahkan kesulitan orang yang dililit hutang, Allah akan memudahkan atasnya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim). Bahkan Rasulullah pernah berwasiat kepada Abu Dzar, dan salah satu wasiatnya adalah agar Abu Dzar mencintai orang miskin.

Dari ciri-ciri orang yang bertakwa diatas, maka ketakwaan itu sesungguhnya direpresentasikan tidak hanya melalui hubungan baik dengan Allah SWT tetapi juga dengan sesama manusia dan bahkan makhluk lain di muka bumi. Orang yang bertakwa baik hubungannya dengan sesama manusia. Ia senantiasa berbuat kebaikan kepada semua makhluk. Jadi ia akan menahan amarah jika orang lain bersalah bahkan memaafkan kesalahannya. Jika ia berbuat kesalahan ia segera minta maaf dan minta ampunan. Di dalam QS Al Ahzab: 35, untuk mendapatkan ampunan Allah, maka perbanyaklah berzikir.] dan waktu zikir yang dianjurkan adalah di waktu pagi dan petang. Di ayat yang lain pada QS Al Baqarah 183 Allah telah memberikan petunjuk bagaimana menjadi orang yang bertakwa, yaitu dengan cara berpuasa. Puasa merupakan ibadah yang melatih kita untuk bisa menahan amarah, memaafkan kesalahan orang lain dan berbuat kebaikan serta mendorong kita untuk bersedekah. Dengan melaksanakan ibadah puasa dengan benar, maka kita akan mendapat predikat sebagai orang yang bertakwa.

Dalam konteks menjadi orang yang bertakwa, maka Rasulullah pernah berwasiat kepada Abu Dzar pada khususnya dan seluruh umat muslim pada umumnya sebagai berikut:

7 Wasiat Rasulullah

Hikmah

  1. Mencintai Orang Miskin

  2. Milhat pada orang yang lebih rendah dalam hal harta dan kehidupan

  3. Menyambung silaturahmi

  4. Memperbanyak mengucapkan la haula wala quwwata illah billah

  5. Berani berkata benar walaupun pahit

  6. Tidak takut celaan orang lain ketika berdakwah di jalan Allah

  7. Tidak meminta-minta

  1. Orang miskin adalah orang yang tidak berkecukupan krn tidak memiliki kemampuan tetapi tidak meminta-minta. Maka kita wajib menyayangi orang yang demikian.

  2. Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Dan barangsiapa yang memudahkan kesulitan orang yang dililit hutang, Allah akan memudahkan atasnya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim)


 

8/30/2022

Taxonomi Pemahaman Bacaan

 

TAKSONOMI PERTANYAAN PEMAHAMAN BACAAN

 

Pendahuluan

Ada sebuah ungkatan yang menarik dari Edmund Burke (1729–1797) “Reading without reflecting is like eating without digesting.” Membaca tanpa refleksi diilustrasikan oleh Burke seperti makan tanpa mengunyah. Sulit bagi kita memahami bacaan tanpa kita melakukan refleksi atas apa yang kita baca. Esensi dari membaca adalah adanya pemahaman. Penggunaan pertanyaan merupakan aspek integral dari kegiatan pemahaman bacaan, dan dalam pengalaman kami sebagai pendidik, kami telah melihat bahwa pertanyaan pemahaman yang dirancang dengan baik membantu siswa berinteraksi dengan teks untuk menciptakan atau membangun makna. 

Tujuan artikel ini adalah untuk menyajikan gambaran rinci tentang enam jenis pemahaman. Kami juga menjelaskan lima bentuk pertanyaan. Enam jenis pemahaman dan lima bentuk pertanyaan dapat digunakan untuk membantu siswa menjadi pembaca interaktif. Jenis pemahaman dan bentuk pertanyaan ini adalah hasil kerja kami dalam mengajar membaca bahasa asing dan dalam mengembangkan bahan untuk mengajar membaca bahasa asing. 

Taksonomi jenis pemahaman dan bentuk pertanyaan dirancang untuk digunakan sebagai daftar periksa bagi guru dan pengembang materi. Guru dapat menggunakan taksonomi untuk membuat pertanyaan pemahaman mereka sendiri terhadap teks yang dibaca siswa dan juga untuk membantu siswa memahami dengan lebih baik atas apa yang mereka baca. Selain itu, taksonomi pemahaman dapat digunakan untuk menganalisis bahan ajar dan untuk mengembangkan bahan guna memastikan bahwa berbagai bentuk pertanyaan digunakan untuk membantu siswa menanggapi berbagai jenis pemahaman. 

Pertama-tama akan disajikan enam jenis pemahaman disertai dengan deskripsi singkat masing-masing jenis pemahaman. Kemudian dikaitka bagaimana lima bentuk pertanyaan dapat digunakan untuk melibatkan siswa dalam enam jenis pemahaman. Jenis pemahaman dan bentuk pertanyaan ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1: Kisi-kisi untuk Mengembangkan dan Mengevaluasi Pertanyaan Pemahaman Membaca 


Bentuk Soal

Jenis Pemahaman

Literal

Reorganisasi

Inferensi

Prediksi

Evaluasi

Personal
Respon

Ya/Tidak

Alternatif

Benar atau Salah

Siapa/ Apa/ Kapan/ Dimana/ Bagaimana/ Mengapa

Pilihan Ganda

 Jenis Pemahaman 

Day and Park (2005) telah menemukan taxonomy enam jenis pertanyaan pemahaman yang berguna dalam membantu siswa kami menjadi pembaca interaktif. Taksonomi kami telah dipengaruhi secara khusus oleh karya Pearson dan Johnson (1972) dan Nuttall (1996). Berikut ini penjelasan jenis pemahaman menurut Day and Park (2005):

1.       Pemahaman Literal

Pemahaman literal mengacu pada pemahaman makna langsung dari teks, seperti fakta, kosa kata, tanggal, waktu, dan lokasi. Pertanyaan pemahaman literal dapat dijawab secara langsung dan eksplisit dari teks. Dalam pengalaman kami bekerja dengan guru, kami telah menemukan bahwa mereka sering memeriksa pemahaman literal terlebih dahulu untuk memastikan bahwa siswa mereka telah memahami makna dasar atau permukaan teks. Contoh pertanyaan pemahaman literal tentang artikel ini adalah: Berapa banyak jenis pemahaman yang penulis diskusikan

2.       Reorganisasi 

Jenis pemahaman berikutnya adalah reorganisasi. Reorganisasi didasarkan pada pemahaman literal teks. Siswa harus menggunakan informasi dari berbagai bagian teks dan menggabungkannya untuk pemahaman tambahan. Sebagai contoh, kita mungkin membaca di awal teks bahwa seorang wanita bernama Maria Kim lahir pada tahun 1945 dan kemudian di akhir teks bahwa dia meninggal pada tahun 1990. Untuk menjawab pertanyaan Berapa umur Maria Kim ketika dia meninggal?, siswa harus mengumpulkan dua informasi yang berasal dari bagian teks yang berbeda. 

Pertanyaan yang membahas jenis pemahaman ini penting karena guru mengajar siswa untuk memeriksa teks secara keseluruhan, membantu mereka beralih dari pemikiran kalimat demi kalimat dari teks ke pandangan yang lebih global. Berdasarkan pengalaman, siswa umumnya menemukan pertanyaan reorganisasi agak lebih sulit daripada pertanyaan pemahaman literal langsung.

3.       Inferensi 

Membuat kesimpulan melibatkan lebih dari sekadar pemahaman literal. Siswa mungkin awalnya kesulitan menjawab pertanyaan inferensi karena jawabannya didasarkan pada materi yang ada dalam teks tetapi tidak dinyatakan secara eksplisit. Inferensi melibatkan siswa yang menggabungkan pemahaman literal mereka tentang teks dengan pengetahuan dan intuisi mereka sendiri. 

Contoh pertanyaan yang mengharuskan pembaca untuk membuat kesimpulan adalah: Apakah penulis artikel ini berpengalaman sebagai guru bahasa? Jawabannya tidak ada di teks tetapi ada informasi di paragraf pertama artikel ini yang memungkinkan pembaca untuk membuat kesimpulan yang baik: "Penggunaan pertanyaan merupakan aspek integral dari kegiatan pemahaman bacaan, dan dalam pengalaman kami sebagai pendidik, kami telah melihat bahwa pertanyaan pemahaman yang dirancang dengan baik membantu siswa berinteraksi dengan teks untuk menciptakan atau membangun makn..” Pembaca dituntut untuk menggunakan pengetahuan mereka di lapangan, mengajar membaca bahasa, dengan apa yang mereka peroleh dari membaca artikel, khususnya kalimat itu, untuk menyusun jawaban yang tepat. Artinya, pembaca mungkin mengerti bahwa pendatang baru dalam profesi ini umumnya tidak mengembangkan materi atau menulis artikel, jadi penulisnya mungkin adalah guru bahasa yang berpengalaman. 

4.       Prediksi 

Jenis pemahaman keempat, prediksi, melibatkan siswa menggunakan pemahaman mereka tentang bagian dan pengetahuan mereka sendiri tentang topik dan hal-hal terkait secara sistematis untuk menentukan apa yang mungkin terjadi selanjutnya atau setelah sebuah cerita berakhir. 

Kami menggunakan dua jenis prediksi, while-reading dan post- (after) reading. Pertanyaan prediksi saat membaca berbeda dari pertanyaan prediksi pasca-membaca di mana siswa dapat segera mempelajari keakuratan prediksi mereka dengan terus membaca bagian tersebut. Misalnya, siswa dapat membaca dua paragraf pertama dari sebuah bagian dan kemudian ditanyai pertanyaan tentang apa yang mungkin terjadi selanjutnya. Mereka dapat menentukan jawabannya dengan membaca pengingat teks. 

Sebaliknya, pertanyaan prediksi pasca-membaca umumnya tidak memiliki jawaban yang benar karena siswa tidak dapat melanjutkan membaca untuk mengkonfirmasi prediksi mereka. Namun, prediksi harus didukung oleh informasi dari teks. Umumnya, artikel ilmiah, seperti ini, tidak mengizinkan pertanyaan prediksi pasca membaca. Jenis tulisan lain, seperti fiksi, adalah lahan subur untuk pertanyaan semacam itu. Sebagai ilustrasi, pertimbangkan romansa di mana wanita dan pria menikah saat novel ini berakhir. Sebuah pertanyaan prediksi pasca-membaca mungkin: Apakah Anda pikir mereka akan tetap menikah? Mengapa atau mengapa tidak? Tergantung pada berbagai faktor termasuk bukti dalam teks dan pengalaman pribadi pembaca, jawaban ya atau tidak dapat dibenarkan. 

Meminta siswa membuat prediksi sebelum mereka membaca teks adalah kegiatan pra-membaca. Kami tidak melihat jenis prediksi ini sebagai jenis pemahaman. Sebaliknya, ini adalah kegiatan yang memungkinkan siswa untuk menyadari seberapa banyak yang mereka ketahui tentang topik teks. 

5.       Evaluasi 

Jenis pemahaman kelima, evaluasi, mengharuskan pelajar untuk memberikan penilaian global atau komprehensif tentang beberapa aspek teks. Sebagai contoh, pertanyaan pemahaman yang menuntut pembaca untuk memberikan penilaian terhadap artikel ini adalah: Bagaimana informasi dalam artikel ini bermanfaat bagi Anda? 

Untuk menjawab jenis pertanyaan ini, siswa harus menggunakan pemahaman literal teks dan pengetahuan mereka tentang topik teks dan isu-isu terkait. Beberapa siswa, karena faktor budaya, mungkin enggan untuk kritis atau tidak setuju dengan kata yang dicetak. Dalam keadaan seperti itu, guru mungkin ingin memodelkan kemungkinan jawaban atas pertanyaan evaluasi, memastikan untuk memasukkan aspek positif dan negatif. 

6.       Tanggapan pribadi 

Jenis keenam dari pemahaman, tanggapan pribadi, membutuhkan pembaca untuk menanggapi dengan perasaan mereka untuk teks dan subjek. Jawabannya tidak ditemukan dalam teks; mereka datang secara ketat dari pembaca. Meskipun tidak ada tanggapan pribadi yang salah, mereka tidak dapat tidak berdasar; mereka harus berhubungan dengan isi teks dan mencerminkan pemahaman literal dari materi. 

Contoh pertanyaan pemahaman yang memerlukan tanggapan pribadi adalah: Apa yang Anda suka atau tidak suka tentang artikel ini? Seperti pertanyaan evaluasi, siswa harus menggunakan pemahaman literal dan pengetahuan mereka sendiri untuk merespons. 

Juga, seperti pertanyaan evaluasi, faktor budaya dapat membuat beberapa siswa ragu untuk kritis atau tidak setuju dengan kata yang dicetak. Pemodelan guru dari berbagai tanggapan sangat membantu dalam situasi ini. 

 Bentuk pertanyaan 

Pada gambar 1 diatas disajikan lima bentuk pertanyaan pemahaman yang dapat digunakan untuk merangsang pemahaman siswa tentang teks. Pada bagian bukanlah pembahasan tentang semua cara yang mungkin dilakukan untuk menanyai siswa. Misalnya, kita tidak membahas isian atau cloze test, karena kegiatan atau tugas tersebut mungkin lebih tepat untuk menilai. Pada bagian ini akan dibahas lima bentuk pertanyaan berikut: 

1.       Pertanyaan Ya/tidak

Pertanyaan ya/tidak adalah pertanyaan sederhana yang dapat dijawab dengan ya atau tidak. Misalnya, Apakah artikel ini tentang menguji pemahaman bacaan? Ini adalah bentuk umum dari pertanyaan pemahaman, tetapi memiliki kelemahan yaitu memberikan kesempatan kepada siswa 50% untuk menebak jawaban yang benar. Jadi ketika menggunakan pertanyaan ya/tidak, kami menyarankan untuk menindaklanjuti dengan bentuk pertanyaan lain untuk memastikan bahwa siswa telah memahami teks. 

Pertanyaan ya/tidak dapat digunakan untuk mendorong keenam jenis pemahaman tersebut. Ketika ya/tidak digunakan dengan tanggapan atau evaluasi pribadi, bentuk pertanyaan lain tampaknya akan segera menyusul. Misalnya, Apakah Anda menyukai artikel ini? Mengapa? Pertanyaan lanjutan mungkin lebih berguna dalam membantu siswa daripada pertanyaan awal ya/tidak

2.      Pertanyaan alternatif

Pertanyaan alternatif adalah dua atau lebih ya/tidak berhubungan dengan atau: misalnya, Apakah artikel ini berfokus pada penggunaan pertanyaan untuk mengajarkan pemahaman membaca atau untuk menguji pemahaman membaca? Serupa dengan ya/tidak, pertanyaan alternatif bersifat tebak-tebakan, sehingga guru mungkin ingin menindaklanjuti dengan bentuk lain yang dibahas di bagian ini. Pertanyaan alternatif sangat cocok untuk jenis pemahaman literal, reorganisasi, inferensi, dan prediksi. Pertanyaan alternatif tidak cocok untuk evaluasi dan tanggapan pribadi. 

3.      Benar atau salah 

Pertanyaan juga dapat berbentuk benar atau salah. Sementara benar atau salah sering ditemukan dalam materi yang tersedia secara komersial, ada potensi bahaya dalam mengandalkan secara eksklusif pada pertanyaan benar atau salah. Seperti halnya ya/tidak, siswa memiliki peluang 50% untuk menebak jawaban yang benar. Guru mungkin hanya menerima jawaban yang benar. Guru gagal bertanya mengapa jawabannya benar atau pengecoh tidak benar. Contoh pertanyaan benar atau salah yang berfokus pada pemahaman literal adalah: Apakah pernyataan ini benar atau salah?: Penulis percaya bahwa penggunaan pertanyaan pemahaman yang dirancang dengan baik akan membantu siswa menjadi pembaca yang lebih baik. PertanyaannBenar atau salah sulit disiapkan. Jawaban yang salah harus dirancang dengan hati-hati untuk mengeksploitasi potensi kesalahpahaman dari teks. Jawaban salah yang jelas-jelas salah tidak membantu pengajaran pemahaman karena siswa tidak harus memahami teks untuk mengenalinya sebagai salah. Pertanyaan benar atau salah mungkin juga sulit untuk ditulis karena terkadang, seperti yang tertulis, kedua jawaban masuk akal, terlepas dari tingkat pemahaman teks. 

Seperti ya/tidak , pertanyaan benar atau salah dapat digunakan untuk mendorong keenam jenis pemahaman. Ketika digunakan dengantanggapan atau evaluasi pribadi, tugas tindak lanjut terkadang diperlukan. Sebagai ilustrasi, pertanyaan tanggapan pribadi tentang artikel ini mungkin: Apakah pernyataan ini benar atau salah? Saya suka artikel ini. Jelaskan pilihan Anda. 

4.      Wh- question

Pertanyaan yang diawali dengan where, what, when, who, how, dan why biasa disebut dengan wh question. Pertanyaan dengan Wh sangat baik dalam membantu siswa dengan pemahaman literal teks, dengan reorganisasi informasi dalam teks, dan membuat evaluasi, tanggapan pribadi dan prediksi. Mereka juga digunakan sebagai tindak lanjut dari bentuk pertanyaan lain, seperti ya/tidak dan alternatif

Secara khusus, wh-question dengan bagaimana/mengapa sering digunakan untuk membantu siswa melampaui pemahaman teks secara literal. Karena pembaca pemula dan menengah sering enggan melakukan ini, menggunakan bagaimana/mengapa bisa sangat membantu siswa menjadi pembaca interaktif. 

5.      Pilihan Ganda

Pertanyaan pilihan ganda didasarkan pada bentuk pertanyaan lain. Misalnya, pertanyaan dengan pilihan:

Kapan Maria Kim lahir? 

a. 1940 

b. 1945 

c. 1954 

d. 1990 

Umumnya, tetapi tidak selalu, bentuk pertanyaan ini hanya memiliki satu jawaban yang benar ketika berhadapan dengan pemahaman literal. Format pilihan ganda dapat membuat wh lebih mudah dijawab karena memberikan beberapa kemungkinan jawaban kepada siswa. Siswa mungkin dapat memeriksa teks untuk melihat apakah ada pilihan yang dibahas secara khusus, dan kemudian membuat pilihan. Pilihan ganda dapat digunakan paling efektif, menurut pengalaman kami, dengan pemahaman literal. Mereka juga dapat digunakan dengan prediksi dan evaluasi. Namun, ketika digunakan untuk jenis pemahaman ini, kami menyarankan menggunakan kegiatan tindak lanjut yang memungkinkan siswa untuk menjelaskan pilihan mereka. Seperti benar atau salah , mengembangkan pertanyaan pilihan ganda yang baik membutuhkan pemikiran yang cermat. Kami telah menemukan bahwa mengembangkan pertanyaan dengan empat pilihan paling cocok untuk siswa dengan kemahiran rendah dalam bahasa target. Salah satu dari empat pilihan jawaban adalah

jawaban yang diinginkan; yang lain harus menjadi tanggapan yang tampaknya masuk akal. 

 Penutup

Jika kita percaya bahwa membaca adalah proses interaktif, dimana pembaca membangun makna dari teks, maka kita perlu membantu siswa kita belajar untuk melakukan hal itu. Ini berarti bergerak melampaui pemahaman literal dari sebuah teks, dan memungkinkan siswa untuk menggunakan pengetahuan mereka sendiri saat membaca. Ketika pertanyaan bergerak melampaui pemahaman literal, jawaban siswa harus dimotivasi oleh informasi dalam teks. Pertanyaan inferensi dapat memiliki tanggapan yang benar dan salah dengan jelas. Sebaliknya, prediksi, evaluasi, dan jawaban tanggapan pribadi adalah benar selama jawaban itu terutama bergantung pada reaksi siswa terhadap apa yang mereka baca. Jawaban evaluatif dan tanggapan pribadi tidak hanya bergantung terutama pada reaksi siswa terhadap apa yang telah mereka baca, tetapi mereka perlu mencerminkan pemahaman global dari teks. 

Terlepas dari tingkat pemahaman atau bentuk pertanyaan, guru dan pengembang materi perlu memastikan bahwa pertanyaan digunakan untuk membantu siswa berinteraksi dengan teks. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menginspirasi guru dalam membuat pertanyaan pemahaman kepada siswa dalam proses pembelajaran di kelas.

Referensi

Day, Richard R.,   and Park,  Jeong-suk.  (2005). Developing reading comprehension questions. Reading in a Foreign Language. Volume 17, No. 1, April 2005. ISSN 1539-0578

 

Nuttall, C. (1996). Teaching reading skills in a foreign language. (2nded.)  Oxford: Heinemann. 

 

Pearson, P. D. & Johnson, D. D. (1972). Teaching reading comprehension. New York: Holt, Rinehart & Winston. 

 

Perfetti, C. A. (1985). Reading ability. New York: Oxford University Press.