Bastudin, M.Pd.
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) begitu cepat dan kemajuannya yang begitu pesat tidak bisa dihindarkan. Perangkat teknologi seperti komputer, gadget seluler, dan internet sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dan menggunakan teknologi itu bukan lagi barang mewah bagi kita, tetapi suatu keharusan. Perkembangan TIK yang cepat berpengaruh besar terhadap semua bidang kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan. Menurut Abidin (2016), dengan adanya inovasi pada TIK, maka orang dengan cepat dapat belajar dan penyampaian informasi menjadi lebih mudah. Fungsi TIK itu lebih dari sekadar mentransfer materi pembelajaran ke lingkungan digital karena mereka diharapkan dapat menyediakan komunikasi, kerja sama, dan metakognisi.
Sehubungan dengan itu, maka penting sekali bagi guru menguasai dan
memanfaatkan TIK dalam pembelajaran. Di samping itu, menguasai dan memanfaatkan
TIK dalam pembelajaran adalah tuntutan kompetensi guru sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang Kualifikasi
dan Kompetensi Guru, bahwa guru harus memiliki kompetensi profesional,
pedagogik, kepribadian, dan sosial. Pada kompetensi profesional dijelaskan
bahwa sekurang-kurangnya seorang guru harus, di antaranya, menguasai dan memanfaatkan
TIK dalam pembelajaran. Dikatakan dalam prinsip pembelajaran kurikulum 2013
bahwa pemanfaatan TIK untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pembelajaran.
TIK merupakan salah satu kekuatan pendorong dalam menciptakan pendidikan
yang berkualitas tinggi. TIK dapat meningkatkan mutu pengajaran, pembelajaran,
dan manajemen di sekolah sehingga membantu meningkatkan standar (Livingstone,
2012). Saat ini, seiring dengan perkembangan dan kemajuannya, TIK mampu
memberikan solusi dan layanan baru untuk kegiatan pendidikan. TIK dapat
menawarkan alat baru untuk meningkatkan pengetahuan. Penggunaan TIK dalam
pendidikan telah meningkatkan minat peserta didik. Meskipun alat TIK semakin
populer, banyak guru masih memiliki tantangan untuk mengintegrasikan alat TIK
dalam kegiatan pembelajaran (Nikolopoulou dan Gialamas, 2016).
Kendati TIK sekarang menjadi alat yang berguna di kelas, banyak guru
masih berjuang untuk mengintegrasikan teknologi dalam praktik mengajar mereka.
Pertanyaannya, apa tantangan utama pemanfaatan TIK dalam pembelajaran?
Bagaimana upaya untuk mengatasi kendala dalam pemanfaatan TIK dalam
pembelajaran di kelas?
Kendala Pemanfaatan TIK
Kendala utama dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran yang dihadapi
guru di sekolah adalah sarana dan prasarana pendukung yang terbatas. Sarana dan
prasarana yang dimaksud adalah komputer, laptop, dan infokus. Kendala
berikutnya yang cukup tinggi mempengaruhi guru memanfaatkan TIK dalam
pembelajaran adalah ketersediaan jaringan internet dan sinyal. Selanjutnya
kendala berikutnya adalah ketersediaan listrik. Pengetahuan teknis guru tentang
teknologi informasi dan komunikasi yang terbatas menjadi kendala berikutnya
dalam pemanfaatan TIK untuk pembelajaran di kelas. Kemudian, ketakutan dan
pertimbangan dampak negatif dari penggunaan alat berupa handphone (HP)
dan laptop di sekolah menjadi kendala guru memanfaatkan TIK dalam pembelajaran
di kelas. Atas pertimbangan ketakutan penyalahgunaan alat TIK tersebut, sekolah
mengeluarkan kebijakan melarang guru membawa HP ke sekolah. Kendala terkecil
penghambat guru memanfaatkan TIK adalah terkait pengelolaan data.
Selain kekurangan tersebut, masih ada jenis kekurangan lainnya yang
dikemukakan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti kurangnya waktu,
kurangnya pelatihan TIK, kurangnya kesempatan mengembang diri dan lain
sebagainya. Tantangan yang paling umum lainya dilaporkan oleh para guru,
misalnya, kurangnya waktu mereka miliki. Mereka tidak punya cukup waktu untuk
merencanakan pelajaran teknologi yang luar biasa atau menjelajahi berbagai
aspek world wide web (www) atau perangkat lunak. Sebagian guru
berkomentar bahwa dibutuhkan lebih banyak waktu untuk merancang proyek yang
mencakup penggunaan teknologi baru daripada menyiapkan pelajaran untuk mengajar
dengan cara tradisional dengan buku dan lembar kerja.
Nikolopoulou dan Gialamas (2016) mengelompokkan tantangan penggunaan TIK
dalam proses pembelajaran dari tiga aspek, yaitu kurangnya dukungan
(lack of support), kurangnya kepercayaan (lack of confidence), dan kurangnya
perlengkapan (lack of equipment).
1. Kurangya Dukungan
Para guru di sekolah menengah sering merasakan banyak tekanan dari para
pemimpin sekolah untuk menggunakan TIK dalam pengajaran mereka (Wikan dan
Molster, 2011). Untuk memiliki integrasi TIK yang sukses dalam pengajaran, maka
kepala sekolah perlu memberikan dukungan yang tepat kepada para guru; pertama,
mengintegrasikan penggunaan TIK perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum dan
guru harus memiliki rencana yang jelas untuk menggunakan TIK dalam
pengajaran. Kedua, kepemimpinan sekolah perlu memiliki visi dan
misi yang jelas untuk mengintegrasikan teknologi dan memiliki rencana untuk
mewujudkannya dan berinvestasi dalam TIK untuk pembelajaran di kelas. Ketiga, pemerintah
perlu mengalokasikan investasi infrastruktur pendidikan yang mendorong
penggunaan TIK.
Sementara itu, terkait kurangnya ketersediaan jaringan, listrik, dan sarana
pendukung lainnya, yang meliputi ketersediaan komputer, laptop, dan infokus
menjadi kendala kurangnya perlengkapan (lack of equipment). Sebenarnya
masalah jaringan bisa dimasukkan dalam kategori kurangnya dukungan dari
manajemen sekolah. Sekolah harusnya menyediakan anggaran untuk mengadakan
fasilitas internet di sekolah. Bila dikaitkan dengan program gerakan literasi
sekolah, indikator bahwa sekolah sudah menjalankan program literasi digital
adalah tersedianya fasilitas internet di sekolah.
Guru menghadapi banyak tantangan ketika mencoba untuk mengintegrasikan
TIK dalam pengajaran mereka dan beberapa di antaranya adalah pengetahuan,
keterampilan, kepercayaan, dan sikap mereka (Papanastasiou dan Angeli, 2008).
Menurut Papanastasiou dan Angeli (2008), kepercayaan dan sikap adalah faktor
penting bagaimana guru menggunakan TIK dalam kegiatan mengajar. Dengan
demikian, sikap guru terhadap TIK merupakan faktor penting ketika menerapkan
TIK dalam pengajaran. Bukti empiris untuk mengklaim bahwa kepercayaan guru
tentang praktik mengajar adalah penting dalam menjelaskan mengapa guru
mengadopsi teknologi digital untuk pengajaran. Ward dan Parr
(2010) menunjukkan bahwa guru yang memahami manfaat menggunakan teknologi
digital untuk mengajar dan belajar lebih mungkin menggunakan teknologi digital
di sekolah. Menurut Basak dan Govender (2015), satu sikap yang dimiliki para
guru, di semua tingkatan, adalah kurangnya kepercayaan untuk menggunakan TIK
dalam pengajaran mereka. Banyak guru takut menggunakan TIK dalam pengajaran
mereka dan menjadi cemas ketika harus menggunakan pengetahuan TIK mereka.
Selain itu, banyak guru juga kurang pengetahuan tentang manfaat TIK dalam
pendidikan (Mirzajani et al., 2016). Jika mereka tidak memiliki pemahaman yang
baik tentang manfaat potensial menggunakan TIK dalam mengajar, mereka mungkin
tidak memiliki motivasi untuk mengintegrasikan TIK dengan kegiatan pengajaran.
Ditemukan bahwa sebagian besar lembaga memiliki komputer. Tetapi
komputer sangat sedikit dan sebagian besar waktu mereka sedang digunakan oleh
siswa yang menawarkan ilmu komputer dan teknologi informasi (IT) meninggalkan
sisa siswa dan guru dalam dilema. Berbagai penelitian menunjukkan beberapa
penelitian alasan kurangnya akses ke teknologi. Dalam studi Sicilia, guru
mengeluh tentang bagaimana sulitnya memiliki akses komputer. Guru
mengidentifikasi kekurangan jumlah komputer, peripheral , jumlah salinan perangkat
lunak, dan kurangnya akses internet simultan sebagai hambatan utama untuk
implementasi TIK di Indonesia institusi pendidikan. Menurut Balanskatet al.
(2006), aksesibilitas sumber daya TIK tidak menjamin keberhasilan implementasi
dalam pengajaran, dan ini bukan hanya karena kurangnya sarana dan prasarana TIK
tetapi juga karena masalah lain seperti kurangnya perangkat keras yang
berkualitas tinggi, pendidikan yang sesuai perangkat lunak, dan akses ke sumber
daya TIK.
Strategi Pemanfaatan TIK
Dari sekian banyak hambatan yang dihadapi oleh guru dalam pemanfaatan
TIK dalam pembelajaran di kelas, tentu harus dicarikan solusinya. Salah satu
alternatif solusi mengatasi hambatan pemanfaatan TIK adalah dengan penerapan
model BYOD (Bring Your Own Devices). Mengapa BYOD? Pembaca mungkin
tertarik untuk ingin mengetahui kenapa sebuah organisasi seperti sekolah perlu
menerapkan kerangka kerja BYOD. BYOD memiliki banyak keuntungan, seperti
mengurangi biaya sekolah dan meningkatkan produktivitas guru atau siswa, menghemat
anggaran dalam pengadaan perangkat keras, perangkat lunak, lisensi, perjanjian
jasa, dan tambahan asuransi, serta meningkatkan mobilitas, fleksibilitas,
produktivitas dan kepuasan guru dan siswa dalam pembelajaran.
BYOD merupakan sebuah fenomena yang mulai berkembang dan dapat
dimanfaatkan dalam dunia pendidikan, di mana guru atau siswa membawa perangkat
elektronik mereka sendiri (seperti laptop, tablet, USB
flash drive dan perangkat lain yang sejenis) untuk kegiatan belajar
mengajar berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Sebagaimana diketahui
kemajuan teknologi sudah masuk keseluruh lapisan masyarakat. Bahkan kemajuan
teknologi di rumah tangga jauh lebih cepat dibandingkan dengan kemajuan
teknologi kebanyakan sekolah. Teknologi seluler telah merambah ke setiap aspek
kehidupan manusia dan sangat memengaruhi cara penyampaian pendidikan. Ponsel
cerdas dan perangkat tablet telah merevolusi seluruh sistem pendidikan dan
mempromosikan metodologi yang jelas bagi siswa untuk mengakses dan memahami
konten akademis mereka. Banyak lembaga akademis telah mengizinkan siswa untuk
membawa perangkat seluler mereka untuk meningkatkan sistem pembelajaran.
Di Indonesia, masih banyak sekolah yang belum memiliki sarana
pembelajaran berbasis TIK. Dengan keterbatasan perangkat teknologi yang
dimiliki sekolah, maka guru dapat melaksanakan pembelajaran berbasis TIK dengan
meminta peserta didik membawa laptop/smartphone ke sekolah.
Alat-alat tersebut dapat dimanfaatkan untuk pelaksanaan pembelajaran berbasis
teknologi informasi dan komunikasi. Melalui penggunaan internet, maka bahan
referensi materi yang sedang dipelajari lebih banyak dan luas. Guru akan lebih
mudah dalam melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.
Singkatnya, memanafaatkan TIK dalam pembelajaran merupakan amanat
Kurikulum 2013, di mana pembelajaran dilaksanakan berbasis aneka sumber
belajar. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar. Di samping itu,
berdasarkan prinsip pembelajaran Kurikulum 2013 pemanfaatan TIK dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh karena itu, penting
sekali bagi guru menggunakan TIK dalam pembelajaran, mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian hasil belajar. Semoga tulisan ini bermanfaat dan
memberikan informasi alternatif bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran
berbasis TIK. (*)
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. (2016). Revitalisasi Penilaian Pembelajaran dalam
Konteks Pendidikan Multiliterasi Abad ke-21. Bandung: Refika Aditama.
Balanskat,A.,Blamire,R.,&Kefala,S.(2006). A review of studies of ICT
impacton schools in Europe:European Schoolnet.
Basak, S.K. and Govender, D.W. 2015, “Development of a conceptual
framework regarding the factors inhibiting teachers’ successful adoption and
implementation of ICT in teaching and learning”, The International
Business & Economics Research Journal Online, Vol. 14 No. 3, pp.
431-438.
Livingstone, S. 2012, “Critical reflections on the benefits of ICT in
education”, Oxford Review of Education, Vol. 38 No. 1, pp. 9-24.
Mirzajani, H., Mahmud, R., Fauzi Mohd Ayub, A. and Wong, S.L. (2016),
“Teachers’ acceptance of ICT and its integration in the classroom,” Quality
Assurance in Education, Vol. 24 No. 1, pp. 26-40.
Nikolopoulou, K. and Gialamas, V. 2016, “Barriers to ICT use in high
schools: Greek teachers’ perceptions”, Journal of Computers in
Education, Vol. 3 No. 1, pp. 59-75.
Papanastasiou, E.C. and Angeli, C. 2008, “Evaluating the use of ICT in
education: psychometric properties of the survey of factors affecting teachers
teaching with technology SFA-T3”, Educational Technology & Society,
Vol. 11 No. 1, pp. 69-86.
Ward, L. and Parr, J.M. (2010), “Revisiting and reframing use:
implications for the integration of ICT”, Computers & Education,
Vol. 54 No. 1, pp. 113-122.
Wikan, G. and Molster, T. (2011), “Norwegian secondary school teachers
and ICT,” European Journal of Teacher Education, Vol. 34 No. 2, pp.
209-218.
Catatan:
Tulisan ini diterbitkan pertama kali di website BPMP Provinsi Sumatera
Selatan dan Website Suyanto.id.